BLANTERVIO103

Quick Count: Antara Struktur Modal dan Agency Problem

Quick Count: Antara Struktur Modal dan Agency Problem
Senin, 29 April 2019
Oleh: DR Mursalim Nohong, SE, MSi
KPS Magister Keuangan Daerah FEB UNHAS


Dalam kajian manajemen keuangan dikenal 3 (tiga) jenis keputusan yang penting bagi sebuah organisasi dan perusahaan yaitu keputusan investasi, keputusan pendanaan dan keputusan pembagian laba (dividen) kepada pemegang saham. Keputusan investasi membahas mengenai alokasi pengeluaran atau belanja modal yang dilakukan perusahaan. Wujudnya bisa dalam bentuk aktiva lancar, aktiva tetap atau aktiva lainnya. Semakin besar nilai aktiva sebuah perusahaan maka semakin baik atau bonafid perusahaan tersebut. Meskipun tidak selamanya seperti itu karena ada beberapa komponen aktiva itu tidak produktif sifatnya. Keputusan pendanaan menguraikan mengenai darimana saja sumber permodalan perusahaan untuk membiayai operasional dan investasinya. Ada dua alternatifnya yaitu bersumber dari hutang serta ekuitas. Namun demikian selain kedua sumber tersebut juga dikenal istilah mixed capital structure. Jenis ketiga ini menggambarkan bahwa hampir semua perusahaan dalam operasional dan investasinya menggunakan sumber permodalan baik hutang maupun ekuitas. Keputusan ketiga adalah kewajiban bagi perusahaan untuk membagikan bagian dari keuntungan yang diperoleh kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.

Bagaimana dengan organisasi yang saat ini ramai diperbincangkan setelah pelaksanaan pesta demokrasi Pemilu beberapa waktu yang lalu yaitu Lembaga Survey (LS)? Apakah  LS juga mengenai ketiga jenis keputusan tersebut? Pada prinsipnya setiap organisasi baik kecil maupun besar akan berinteraksi dengan keputusan-keputusan tersebut. Hanya saja model atau bentuknya akan berbeda dengan organisasi yang berorientasi pada keuntungan. Meskipun demikian yang pasti bahwa tidak akan lepas dari orientasi shareholder value.

Lembaga survey adalah lembaga atau organisasi yang bekerja secara mandiri atau bersama dengan pihak lain untuk menyajikan data dan informasi dalam rangka pengambilan keputusan. Sebagai sebuah organisasi apa pun bentuk dan mekanisme kerjanya akan berupaya untuk menciptakan nilai bagi pemegang sahamnya.  Bukankah sebuah LS dalam bekerja mengendepankan aspek dan prinsip-prinsip-prinsip keilmiahan. Jawabannya pasti ya. Akan tetapi dibalik itu semua ada limitasi yang signifikan berpengaruh terhadap efektivitas pekerjaan. Hingga saat ini tidak ada perdebatan mengenai siapa itu pemegang saham dalam sebuah organisasi dan perusahaan.  Sebuah lembaga survey sesungguhnya dalam aktivitasnya berorentasi pada pemupukan cash flow dari aktivitas operasi yang dilakukan meskipun dalam akta pendiriannya dikelompokkan menjadi organisasi nirlaba. LS juga bekerja untuk membangun nilai bagi organisasinya. Akan tetapi dalam praktiknya setiap pengeluarannya akan selalu berharap ada return yang diperoleh paling tidak untuk menutupi biaya yang dikeluarkan (cost recovery principle). Pertanyaan dasarnya adalah dari mana sajakah sumber permodalan sebuah lembaga survey? Mungkinkah bekerja tanpa ada sumber permodalan eksternal? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan mudah bisa dijawab dan tidak perlu membuang waktu terlalu lama. Seperti uraian di awal, setiap organisasi dan perusahaan memperoleh dana atau modal untuk aktivitas operasi dan investasinya baik dari dalam (pemilik organisasi atau biasa disebut dengan founding fathers) maupun dari pihak eksternal (investor individu atau kelompok). Pertanyaan lanjutannya adalah apakah sebuah lembaga survey dalam bekerja tidak berupaya untuk menciptakan nilai atau kepentingan bagi pemegang saham atau penyandang dananya?

Terdapat beberapa teori yang bisa dipakai untuk membedah pertanyaan-pertanyaan tersebut diantaranya adalah teori keagenan (agency theory).  Teori keagenan atau teori agensi adalah teori yang menjelaskan tentang hubungan kerja antara pemilik perusahaan (pemegang saham atau pemberi pekerjaan atau prinsipal) dan manajemen (penerima pekerjaan atau perintah).  Teori ini muncul ketika pemegang saham mempekerjakan pihak lain untuk mengelola perusahaan. Teori agensi melakukan pemisahan terhadap pemegang saham (prinsipal) dengan manajemen (agen). Idealnya, meskipun prinsipal adalah pihak yang memberikan wewenang atau pekerjaan kepada agen, namun prinsipal tidak boleh mencampuri urusan teknis dalam operasi perusahaan.

Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori keagenan adalah sebuah kontrak antara manajemen (agen) dengan pemilik (prinsipal). Agar hubungan kontraktual ini dapat berjalan lancar, pemilik akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada manajer. Perencanaan kontrak yang tepat bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan manajer dan pemilik dalam hal konflik dan kepentingan, hal ini merupakan inti dari teori keagenan.  Prinsip utama dari teori keagenan adalah adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu pemilik ( principal)  dengan pihak yang menerima wewenang yaitu manajer (agent). Akan tetapi, hubungan principal dan agent mengimplikasikan adanya potensi konflik kepentingan antara pemilik dan manajer karena masing-masing pihak memiliki kepentingan yang berbeda. Sebagai agent, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemegang saham (principal). Namun disisi lain manajer juga memiliki kepentingan yang kadang bertentangan dengan principal. Dibalik perbedaan kepentingan tersebut, masih banyak unsur persamaannya. Ekuilibrum kepentingan akan ditentukan oleh seberapa besar nilai yang diperoleh kedua belah pihak ketika dicoba untuk melakukan kompromi untuk sebuah tujuan yang disamakan. Take and give menjadi jembatan kepentingan keduanya.

LS bekerja untuk siapa dan untuk apa? Apakah sebuah lembaga survey (LS) bekerja untuk dirinya sendiri? Kebanyakan LS bekerja untuk pemberi pekerjaan baik sebagai surveyor maupun sebagai konsultan pemenangan. Akan menjadi lebih ribet ketika dua peran tersebut diambil oleh sebuah LS. Nilai independensi dan netralitas akan sulit untuk ditegakkan. Analisis sederhananya adalah LS adalah agent atau penerima pekerjaan sedangkan prinsipalnya adalah pihak yang sedang ada dalam sebuah medan persaingan. Nilai yang akan diraih oleh prinsipal adalah kemenangan dari kompetisi tersebut. Ketika kontrak disepakati maka LS sebagai agent harus bisa memediasi prinsipal untuk mencapai nilai tersebut. Caranya bagaimana? Ilmu konsultan yang akan banyak berbicara. Bagaimana dengan hasil dan pengungkapan hasilnya? Tentu bisa diduga bahwa agent akan berupaya semaksimal mungkin untuk menyajikan (mengungkapkan) informasi yang diharapkan prinsipal. Dalam sebuah kompetisi, maka yang dijadikan sebagai nilai bagi prinsipal adalah kemenangan. Kemenangan akan diperoleh ketika strategi dan taktik yang digunakan lebih baik dibandingkan dengan pihak lawan. Bagaimana dengan nilai yang diharapkan oleh sebuah LS? Apakah sebuah kemenangan juga? Bisa jadi jawabannya itu. Artinya semakin banyak prinsipal yang “dimenangkan” maka nilai sebuah LS akan semakin baik. Apakah cara yang diterapkan benar atau tidak itu adalah persoalan lain dengan jawaban lain pula.

Bagaimana dengan prinsip keilmiahan yang menjadi acuan dalam sebuah aktivitas penelitian? Prinsip ilmiah jika hanya berputar pada wilayah sampel, nilai error, pertanyaan, metode sampling akan terbelenggu dengan orientasi nilai akhir dari prinsipal dan agent yang sedang bekerjasama dalam sebuah koridor kompetisi.(*) 
Share This Article :

TAMBAHKAN KOMENTAR

3160458705819572409