Oleh: DR Mursalim Nohong, SE, MSi
KPS Magister Keuangan Daerah FEB UNHAS
Hari libur umumnya diperingati oleh setiap orang dengan penuh kegembiraan. Beberapa orang akan merayakannya dengan suka cita dan berupaya untuk memberikan nilai tambah pada moment tersebut. Berbeda jauh dengan itu, tanggal 1 mei yang lebih dikenal dengan may day seolah bertolak belakang dengan hari libur lainnya. Setiap peringatan may day, buruh (tenaga kerja) justru tampil dengan suasana yang dihiasi dengan sejumlah kekhawatiran, kekecewaan bahkan bisa lebih dari itu ketakutan akan warna masa depannya akibat dari bangunan paradigma yang dikembangkan selama ini. Dari dulu buruh selalu dalam posisi salah satu bagian dari faktor input dalam sebuah proses produksi.
Perayaan hari buruh di Indonesia mengalami pasang surut sejak tahun 1920. Meskipun dirayakan, hanya saja rezim yang membuatnya seolah berlalu tanpa makna. Puncaknya, pada masa pemerintahan Orde Baru dimana hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia. 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Tindakan pemerintah ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia. Bahkan aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional. Dibalik fenomena itu, apakah spirit perayaan may day masih melekat di hati para buruh saat ini seperti pada saat pertama kali diperingati? Apa sesungguhnya yang diperjuangkan oleh setiap buruh pada setiap peringatan may day?
Motif pertama, rekonstruksi filosofi hubungan produksi. Dalam pandangan kapitalisme. Hubungan produksi korporasi manapun bersifat eksploitatif. Praktik-praktik penghisapan nilai lebih kelas pekerja, biaya produksi tidak akan bisa ditekan dan akan berimplikasi pada terhambatnya proses akumulasi kapital. Menurut Marx, hubungan produksi ini membentuk kelas pemodal dan kelas pekerja. Implikasi dari hubungan produksi yang dicirikan dengan kepemilikan pribadi ini ialah adanya kekuasaan yang akan mengontrol kelas pekerja yang dibeli melalui institusi pasar oleh para pemilik modal. Institusi pasar bertindak sebagai institusi koersif dan determinan dalam proses reproduksi. Di beberapa kasus, tuntutan pasar yang menginginkan produk fashion yang “murah” akan mendorong proses produksi yang semakin eksploitatif pada faktor produksi lainnya. Corak produksi dalam bisnis ini menekan biaya tenaga kerja sekecil-kecilnya. Pandangan kapitalisme murni mendudukkan buruh (tenaga kerja) sebagai salah satu unsur dalam faktor produksi setara dengan bahan baku, mesin dan sumber daya fisik lainnya. Seolah buruh bukan sosok manusia yang memiliki kemampuan dan budaya yang berperan dalam membentuk kepribadian. Oleh karena itu, buruh dengan institusi bentukan yang seolah menaungi dan memperjuangkannya bergerak mencoba mendudukkan buruh sebagai modal, human capital, modal yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Tanpa dieksloitasi pun akan memberikan kontribusi konstruktif.
Motif kedua, pembentukan kesejahteraan melalui ekuilibrum kebutuhan dan upah yang diterima. Dibeberapa kasus dimana pemerintah luput terhadap perusahaan-perusahaan yang masih menerapkan upah dibawah kebutuhan hidup minimum. Harga kebutuhan hidup yang berubah lebih cepat dibandingkan dengan upah yang diterima buruh (tenaga kerja) menjadi kompetisi yang berlangsung secara terus menurus. Pertumbuhan upah yang diterima buruh selalu lebih lambat dibandingkan dengan kebutuhan hidup minimum. Fenomena ini selalu menjadi bagian dari tuntutan pada setiap perayaan may day setiap tahunnya. Mengapa buruh masih saja terpinggirkan hingga saat ini? Tentu saja tidak semua buruh menjadi marjinal karena dibalik semua fenomena yang ada masih terdapat buruh yang dengan kompetensi tingginya betul-betul menjadi human capital dalam sebuah proses produksi. Oleh karena itu, menjadi tugas penting dari lembaga pendidikan dan insan pendidikan untuk melahirkan buruh dan tenaga kerja akan menjadi sumber keunggulan perusahaan dan pemilik modal. Hari pendidikan tanggal 2 mei tidak sekedar diperingati setiap tahunnya tetapi paling tidak bisa menjadi momen untuk introspeksi secara bersama pemerintah, masyarakat dan aktor-aktornya (guru).
Meskipun sejarah menunjukkan bahwa hari Pendidikan Nasional ditetapkan pemerintah Indonesia untuk memperingati kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara merupakan tokoh pelopor pendidikan di Indonesia dan pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa. Ki Hadjar Dewantara terkenal dengan semboyannya “Ing Ngarsa Sung Tulada (dari depan, seorang pendidik harus memberikan teladan yang baik). Ing Madya Mangun Karsa (dari tengah, seorang pendidik harus dapat menciptakan prakarsa atau ide). Serta Tut Wuri Handayani (dari belakang, seorang pendidik harus bisa memberi arahan). Di tengah tantangan dunia usaha dan dunia pendidikan yang turbulen, maka sistem pendidikan di Indonesia diuji peranannya sebagai sumber human capital (HC).
Pendekatan HC dapat dilakukan dengan melibatkan manusia dalam menjalankan pendidikan sesuai dengan porsi atau profesi yang digeluti. Pendekatan ini memberikan wewenang kepada manusia bukan sebagai mesin untuk mendapatkan modal sebagaimana selama ini dipraktikkan pada beberapa institusi bisnis. Akan tetapi manusia (terutama pendidik) bertanggung jawab untuk mengembangkan dan berkreatifitas secara luas melalui ilmu yang dimiliki. HC memiliki fokus untuk membangun dan mengembangkan nilai-nilai yang inovatif, kreatif dan positive. Pendekatan HC juga memberikan waktu bagi manusia untuk dapat melakukan kegiatan penelitian demi mengembangkan nilai-nilai yang baik. Teori human capital atau modal manusia yang dikemukakan oleh Becker (1985), memaparkan bahwa pendidikan dapat mengajarkan kepada para pekerja tentang keahlian-keahlian yang dapat meningkatkan produktivitas dan pekerja akan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi pula. Dengan adanya peningkatan di dalam pendidikan tenaga kerja, maka diharapkan hal tersebut akan dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja tersebut.
Tuntutan pada setiap may day terkait dengan pemanfaatan tenaga outsourcing pada bidang tertentu di dunia industri cepat atau lambat akan terjawab dengan hadirnya buruh (tenaga kerja) yang qualified berstandar human capital. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengubah paradigma buruh menjadi tenaga kerja kompeten. Sepanjang kata buruh masih dikedepankan maka posisi atau nasib akan tetap menjadi faktor produksi yang dibayar sesuai dengan sudut pandang industri. Guru tidak lagi mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi juga mentransformasi nilai-nilai yang akan membentuk sikap dan keterampilan. Praktik-praktik nilai bagi guru juga harus nampak dalam proses dan sistim karir. Seorang pimpinan sekolah (kepala sekolah) menduduki jabatannya bukan karena lebih dekat dengan bupati atau walikota atau karena memiliki kemauan yang orang atau guru lain tidak lakukan. Kepala sekolah adalah gurunya para guru di sekolah bersangkutan. Artinya pembentukan human capital lahir dari proses pendidikan bernilai melahirkan tenaga kerja bernilai. Selamat hari buruh dan hari pendidikan nasional.
KPS Magister Keuangan Daerah FEB UNHAS
Perayaan hari buruh di Indonesia mengalami pasang surut sejak tahun 1920. Meskipun dirayakan, hanya saja rezim yang membuatnya seolah berlalu tanpa makna. Puncaknya, pada masa pemerintahan Orde Baru dimana hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia. 1 Mei bukan lagi merupakan hari libur untuk memperingati peranan buruh dalam masyarakat dan ekonomi. Tindakan pemerintah ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di Indonesia. Bahkan aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Konotasi ini jelas tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini (yang sebagian besar menganut ideologi nonkomunis, bahkan juga yang menganut prinsip antikomunis), menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional. Dibalik fenomena itu, apakah spirit perayaan may day masih melekat di hati para buruh saat ini seperti pada saat pertama kali diperingati? Apa sesungguhnya yang diperjuangkan oleh setiap buruh pada setiap peringatan may day?
Motif pertama, rekonstruksi filosofi hubungan produksi. Dalam pandangan kapitalisme. Hubungan produksi korporasi manapun bersifat eksploitatif. Praktik-praktik penghisapan nilai lebih kelas pekerja, biaya produksi tidak akan bisa ditekan dan akan berimplikasi pada terhambatnya proses akumulasi kapital. Menurut Marx, hubungan produksi ini membentuk kelas pemodal dan kelas pekerja. Implikasi dari hubungan produksi yang dicirikan dengan kepemilikan pribadi ini ialah adanya kekuasaan yang akan mengontrol kelas pekerja yang dibeli melalui institusi pasar oleh para pemilik modal. Institusi pasar bertindak sebagai institusi koersif dan determinan dalam proses reproduksi. Di beberapa kasus, tuntutan pasar yang menginginkan produk fashion yang “murah” akan mendorong proses produksi yang semakin eksploitatif pada faktor produksi lainnya. Corak produksi dalam bisnis ini menekan biaya tenaga kerja sekecil-kecilnya. Pandangan kapitalisme murni mendudukkan buruh (tenaga kerja) sebagai salah satu unsur dalam faktor produksi setara dengan bahan baku, mesin dan sumber daya fisik lainnya. Seolah buruh bukan sosok manusia yang memiliki kemampuan dan budaya yang berperan dalam membentuk kepribadian. Oleh karena itu, buruh dengan institusi bentukan yang seolah menaungi dan memperjuangkannya bergerak mencoba mendudukkan buruh sebagai modal, human capital, modal yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan. Tanpa dieksloitasi pun akan memberikan kontribusi konstruktif.
Motif kedua, pembentukan kesejahteraan melalui ekuilibrum kebutuhan dan upah yang diterima. Dibeberapa kasus dimana pemerintah luput terhadap perusahaan-perusahaan yang masih menerapkan upah dibawah kebutuhan hidup minimum. Harga kebutuhan hidup yang berubah lebih cepat dibandingkan dengan upah yang diterima buruh (tenaga kerja) menjadi kompetisi yang berlangsung secara terus menurus. Pertumbuhan upah yang diterima buruh selalu lebih lambat dibandingkan dengan kebutuhan hidup minimum. Fenomena ini selalu menjadi bagian dari tuntutan pada setiap perayaan may day setiap tahunnya. Mengapa buruh masih saja terpinggirkan hingga saat ini? Tentu saja tidak semua buruh menjadi marjinal karena dibalik semua fenomena yang ada masih terdapat buruh yang dengan kompetensi tingginya betul-betul menjadi human capital dalam sebuah proses produksi. Oleh karena itu, menjadi tugas penting dari lembaga pendidikan dan insan pendidikan untuk melahirkan buruh dan tenaga kerja akan menjadi sumber keunggulan perusahaan dan pemilik modal. Hari pendidikan tanggal 2 mei tidak sekedar diperingati setiap tahunnya tetapi paling tidak bisa menjadi momen untuk introspeksi secara bersama pemerintah, masyarakat dan aktor-aktornya (guru).
Meskipun sejarah menunjukkan bahwa hari Pendidikan Nasional ditetapkan pemerintah Indonesia untuk memperingati kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara merupakan tokoh pelopor pendidikan di Indonesia dan pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa. Ki Hadjar Dewantara terkenal dengan semboyannya “Ing Ngarsa Sung Tulada (dari depan, seorang pendidik harus memberikan teladan yang baik). Ing Madya Mangun Karsa (dari tengah, seorang pendidik harus dapat menciptakan prakarsa atau ide). Serta Tut Wuri Handayani (dari belakang, seorang pendidik harus bisa memberi arahan). Di tengah tantangan dunia usaha dan dunia pendidikan yang turbulen, maka sistem pendidikan di Indonesia diuji peranannya sebagai sumber human capital (HC).
Pendekatan HC dapat dilakukan dengan melibatkan manusia dalam menjalankan pendidikan sesuai dengan porsi atau profesi yang digeluti. Pendekatan ini memberikan wewenang kepada manusia bukan sebagai mesin untuk mendapatkan modal sebagaimana selama ini dipraktikkan pada beberapa institusi bisnis. Akan tetapi manusia (terutama pendidik) bertanggung jawab untuk mengembangkan dan berkreatifitas secara luas melalui ilmu yang dimiliki. HC memiliki fokus untuk membangun dan mengembangkan nilai-nilai yang inovatif, kreatif dan positive. Pendekatan HC juga memberikan waktu bagi manusia untuk dapat melakukan kegiatan penelitian demi mengembangkan nilai-nilai yang baik. Teori human capital atau modal manusia yang dikemukakan oleh Becker (1985), memaparkan bahwa pendidikan dapat mengajarkan kepada para pekerja tentang keahlian-keahlian yang dapat meningkatkan produktivitas dan pekerja akan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi pula. Dengan adanya peningkatan di dalam pendidikan tenaga kerja, maka diharapkan hal tersebut akan dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja tersebut.
Tuntutan pada setiap may day terkait dengan pemanfaatan tenaga outsourcing pada bidang tertentu di dunia industri cepat atau lambat akan terjawab dengan hadirnya buruh (tenaga kerja) yang qualified berstandar human capital. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengubah paradigma buruh menjadi tenaga kerja kompeten. Sepanjang kata buruh masih dikedepankan maka posisi atau nasib akan tetap menjadi faktor produksi yang dibayar sesuai dengan sudut pandang industri. Guru tidak lagi mengajarkan ilmu pengetahuan tetapi juga mentransformasi nilai-nilai yang akan membentuk sikap dan keterampilan. Praktik-praktik nilai bagi guru juga harus nampak dalam proses dan sistim karir. Seorang pimpinan sekolah (kepala sekolah) menduduki jabatannya bukan karena lebih dekat dengan bupati atau walikota atau karena memiliki kemauan yang orang atau guru lain tidak lakukan. Kepala sekolah adalah gurunya para guru di sekolah bersangkutan. Artinya pembentukan human capital lahir dari proses pendidikan bernilai melahirkan tenaga kerja bernilai. Selamat hari buruh dan hari pendidikan nasional.
Emoticon