LENTERAMERAHNEWS, SIGI, - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi diundang menghadiri penetapan dan deklarasi Cagar Biosfer di Kota Paris, Perancis 17-21 Juni 2019.
Kepala Bagian (Kabag) Humas Setdakab Sigi, Ariyanto dalam keterangan persnya dari Paris menyatakan Sigi diundang dalam momen akbar tersebut karena merupakan member state International Co-ordinating Council (ICC) dari program Man and Biosphere (MAB) dan menjadi salah satu bagian dari Cagar Biosfer Lore Lindu yang telah ditetapkan oleh Unesco pada tahun 1977 silam.
"Sesuai undangan dari Unesco, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 17-21 Juni 2019 yang dilaksanakan di Kantor Pusat Unesco di Paris dan melakukan studi banding serta observasi di salah satu Cagar Biosfer Vosges du Nord yang berada di Paris. Observasi ini bertujuan melihat kondisi cagar tersebut dan mempelajari proses kolaborasi lintas sektor dalam pengelolaan berkelanjutan yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat kehidupan maupun perekonomian masyarakat yang berada di sekitarnya, sehingga diharapkan Cagar Biosfer Lore Lindu bisa menjadi tempat penilitian ekosistem serta salah satu sumber pendapatan asli daerah," jelas Ariyanto, Kamis (20/6/2019).
Lanjutnya, pengembangan Cagar Biosfer adalah program utama dari program MAB Unesco yang dimulai pada tahun 1971 dengan fokus utama adalah kehilangan biodversitas, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan.
MAB menyediakan bantuan melalui network khususnya dalam penelitian, pengembangan, peningkatan kapasitas, jejaring kerja dan berbagi informasi, pengalaman dan pengetahuan yang dihubungkan dengan tiga fokus utama tersebut. Pada tahun 2018, di seluruh dunia sudah terdapat 686 Cagar Biosfer di 122 negara, termasuk di dalamnya 20 Cagar Biosfer lintas batas negara.
Cagar Biosfer sebagai konsep pengelolaan yang berskala landscape dan terpadu, antara kawasan konservasi sebagai Core Zone (CZ) atau Zona Inti, kawasan di sekitar kawasan konservasi sebagai Buffer Zone (BZ) atau Zona Penyangga, dan kawasan pembangunan di sebelahnya sebagai Transition Zone (TZ) atau Zona Transisi.
Konsep ini katanya tepat diterapkan di berbagai negara termasuk Indonesia. Konsep ini sama dengan konsep pengelolaan daerah aliran sungai, yaitu hubungan hulu-hilir harus dibangun secara timbal balik yang saling menguntungkan. Dalam konteks kawasan konservasi, maka sebaran habitat satwa liar dilindungi bisa meluas di luar batas-batas kawasan konservasi tersebut. Maka lanjutnya, diperlukan kerjasama lintas pemangku kepentingan di seluruh zona, mulai dari Core Zone, Buffer Zone, dan Transition Zone tersebut secara terpadu dan berkesinambungan.
"Dalam pengelolaan kawasan konservasi, maka interaksi dengan desa-desa di sekitar kawasan tersebut, bahkan desa-desa yang berada di dalamnya, merupakan hal yang tidak dapat dielakkan. Kawasan konservasi sebagai Core Zone dari suatu CB dipengaruhi oleh perubahan tata guna lahan, dinamika kependudukan dan pembangunan di Buffer Zone dan di Transition Zone serta sebaliknya," sambung Ariyanto.
Dijelaskannya, sidang dewan penetapan dan deklarasi ke 31 ini dipimpin langsung oleh Presiden ICC MAB, Prof Dr Enny Sudarmonowati yang juga sebagai Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Cagar Biosfer Togean Tojo Una Una dan Cagar Biosfer Saleh Moyo Tambora juga turut ditetapkan oleh member state ICC MAB.
Turut hadir dalam kegiatan itu antara lain delegasi Provinsi Sulteng yaitu Gubernur Sulteng, Bupati Sigi, Bupati Poso, Asisten Bidang Ekonomi & Pembangunan Provinsi Sulteng hingga Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulteng. Total delegasi asal Sulteng berjumlah 14 orang. (Ardi)
Emoticon