Oleh : DR Mursalim Nohong, SE, MSi
KPS Magister Keuangan Daerah FEB Unhas
Manusia secara kodrati adalah mahluk pribadi sekaligus makhluk sosial ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Kepribadian yang berlebihan akan melanggar eksistensinya sebagai makhluk sosial yang harus tunduk pada frame lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa. Artinya, kepribadian atau individualistis bukan sesuatu yang dilarang hadir dalam sebuah interaksi sosial akan tetapi harus dikelola pada batasan-batasan yang rasional dan beradab. Terlalu mengedepankan sifat individualis sangat berpotensi melahirkan perbedaan.
Perbedaan merupakan konsekuansi logis dalam sebuah masyarakat majemuk. Perbedaan akan lahir dari intertepretasi atas suatu gejala sosial yang sama oleh kelompok atau golongan yang berbeda dengan pandangan yang berbeda pula. Sebuah gambar wanita yang biasanya ditampilkan dalam training akan ditafsirkan sebagai wanita muda jika dilihat dari perspektif tertentu sementara pada saat bersamaan oleh kelompok atau pihak lain diinterpretasikan sebagai wanita usia tua karena menggunakan indikator dan perspektif lainnya. Dalam interaksi sosial, seseorang yang berperan sebagai inisiator sebuah atau beberapa kegiatan akan diinterpretasikan sebagai orang yang sedang membangun social framing untuk tujuan tertentu misalnya mau menjadi pimpinan sebuah organisasi informal dalam masyarakat tersebut. Padahal oleh yang sang pemeran tadi lebih diprioritaskan pada bagaimana peran itu kemudian menjadi trigger kebersamaan.
Perbedaan interpretasi tersebut bisa terjadi karena setiap kelompok dan golongan masyarakat mempunyai nilai-nilai dalam kebudayaannya sendiri sebagai acuannya dalam menginterpretasikan atas sesuatu. Atau bisa jadi karena kerangka atau model berpikir yang dibangun tidak menyatu dengan mata hati dan konsensus kemasyarakatan. Seseorang mempunyai kebenarannya sendiri dalam menginterpretasikan suatu gejala atau simbol yang dilihatnya. Sudah barang tentu perbedaan dalam masyarakat majemuk seperti ini akan membawa efek pada hubungan relasional manusia, tidak saja ditingkat antar individu tetapi juga ditingkat hubungan antar kelompok dan golongan yang berbeda.
Solidaritas dan integritas sosial penting dipahami oleh setiap orang dan kelompok. Solidaritas sosial mengacu pada satu keadaan hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan dimoderasi positif oleh pengalaman emosional bersama atas dasar perasaan. Dalam konteks ini, perbedaan dapat diminimalisir dengan bangunan perasaan moral dan kepercayaan bersama. Konsekuensinya, untuk membangun situasi ini individualistis dan status seseorang harus berada dibawah bangunan kebersamaan tadi.
Pentingnya untuk memahami rekonsiliasi peran juga menjadi faktor lain dalam membangun kebersamaan. Meskipun dalam term tertentu rekonsiliasi diartikan sebagai kegiatan merinci adanya perbedaan terhadap catatan transaksi atau perbuatan pihak tertentu serta catatan yang dimiliki oleh pihak lain dalam sebuah interaksi bersama tetapi kegiatan ini bukan momen untuk mencari kesalahan. Kehidupan sosial kemasyarakatan ibarat sebuah lakon yang sedang dimainkan oleh beberapa orang atas arahan pihak lain untuk sebuah tujuan tertentu.
Lakon akan menjadi sebuah tontotan menarik dan memuaskan jika seluruh unsur atau pelakonnya memainkan perannya dengan baik. Tidak elok dan cenderung mengganggu jika seorang pelakon menganggap dirinya lebih penting dan dibutuhkan oleh pihak atau pelakon lainnya sehingga tindak dan tanduknya sesuai dengan keinginannya sendiri bukan role of gamenya. Kesendirian yang diperankan oleh pelakon tadi oleh Durkheim disebut sebagai ciri masyarakat modern, sebuah masyarakat individualistis karena menganggap segala sesuatunya bisa dipenuhi sendiri sehingga teralienasi dengan masyarakatnya.
Secara sosial, manusia sebagai makhluk sosial memiliki ketergantungan dengan manusia lainnya juga dengan masyarakatnya. Kesalingtergantungan antar individu dalam kehidupan kemasyarakatan menghasilkan bentuk kerjasama yang dapat berlangsung dengan baik jika terjadi distribusi peran sehingga keteraturan sosial dapat terjaga. Fungsi merupakan konsekuensi dari setiap kegiatan sosial yang tertuju pada adaptasi struktur. Oleh karena itu, fungsi menjadi proses dinamis di dalam struktur masyarakat. Eksistensi dan manifestasi seseorang dalam konteks masyarakat hanya diakui jika konsisten serta bertanggungjawab dalam memainkan peran untuk sebuah tujuan bersama dan luas. (*)
Emoticon