SIDRAP, LENTERAMERAHNEWS-- Kepolisian Resort Sidrap akhirnya resmi merilis kronologis kematian Mursalim alias Salim bin Tajuddin (47), seorang tersangka kasus penyalagunaan narkotika jenis sabu yang diduga kuat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri didalam sel.
Kapolres Sidrap AKBP Budi Wahyono,SIk,MH memimpin langsung press release didampingi Kasat Narkoba AKP Andi Sofyan,SIk dan Kanit Propam IPDA Bahri diruang data, kantor Mapolres, Minggu (3/11/2019) tadi siang.
Dalam press release ini, pihak Dokter RS Nene Mallomo yang memvisum jenazah korban juga ikut dilibatkan dalam jumpa Pers tersebut.
Budi memaparkan kronologisnya dari awal penangkapan hingga tersangka nekat mengakhiri hidupnya didalam sel Satnarkoba.
Dalam paparannya, Kapolres menjekaskan Mursalim ditangkap setelah dua orang pelaku bernama Muh Fauzan Multazam Alias Ochan Bin Agussalim Samad (15 tahun) dan Asharil Alias Lansare Bin Lasse (17 tahun) ditangkap oleh anggota Polsek Maritengngae pada hari Selasa tanggal 15 Oktober 2019 sekitar pukul 22.45 Wita lalu di JIn. Ganggawa Kelurahan Majelling Kecamatan Maritenngae.
Adapun ditemukan barang bukti berupa 1 buah pembungkus rokok merek Class Mild yang berisikan 1 sachet narkotika jenis sabu di kantong celana yang di gunakan Ocang.
Dari hasil interogasi kedua bocah ini mengaku Sabu tersebut ia beli dari almarhum Mursalim. Sehingga penyidik membuatkan Laporan sesuai LP benomor : LPA/123/X/2019/Resnarkoba tanggal 16 Oktober 2019.
Untuk kepentingan pengembangan, Satresnarkoba Polres Sidrap kemudian menerbitkan Surat Perintah Penangkapan bernomor SP. Kap.257 X 2019 Resnarkoba, tanggal 17 Oktober 2019, melakukan Penangkapan terhadap Mursalim Alias Salim Bin Tajuddin.
Alhasil, tersangka Mursalim ditangkap dirumahnya di Allakuang pada tanggal 17 Oktober 2019 lalu.
Masih keterangan Kapolres, Mursalim mengakui barang tersebut miliknya yang telah dijual pada dua bocah ini seharga Rp100 ribu kepada kedua bocah tersebut.
Karena kasus ini masih terus dikembangkan, penyidik Satresnarkoba kemudian mengeluarkan Surat Perintah Perpanjangan Penangkapan Nomor : SP. Kap 257.a X / 2019 Resnarkoba, tanggal 20 Oktober 2019 sampai 23 Oktober 2019.
Selanjutnya, penyidik kemudian menetapkan tersangka Mursalim atas tuduhan Kasus tindak pidana penyalagunsan dengan cara menjual dan memiliki, memiliki, menyimpan , menguasai Narkotika yang diduga jenis Ampetamin tanpa dilengkapi ijin instansi berwenang sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 114 pasal (1) subsider pasal 112 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2009.
"Kasus ini sebenarnya tidak ada yang Ditutup-tutupi, hanya sajs anggota masih melakukan pengembangan. Kita tes urine almarhum juga itu positif pengguna. Kasus inipula setelah meninggal kami selidiki, jika ada unsur kelalaian anggota, tentu kami proses hukum, pihak terkait dari Polda Sulsel juga sudah turun ke Sidrap,"tegas AKBP Budi Wahyono.
Masih kata Budi, proses hukum Mursalim terus berjalan, hingga akhirnya ditemukan telah meninggal dunia dengan kondisi leher terlilit sarung pada pagi harinya. Tepatnya, pada hari Selasa 22 Oktober 2019 sekitar pukul 07.30 wita lalu.
"Anggota langsung mengambil sikap, jasad korban langsung di evakuasi dari dalam sel menuju rumah sakit Umum RS Nene Mallomo untuk di visum. Hasilnya kami simpulkan tersangka Mursalim meninggal dunia dengan cara bunuh diri akibat leher terjerat sarung,'"ucap Kapolres membeberkan faktanya.
Peristiwa kematian Mursalim dengan cara gantung diri itu juga turut dibenarkan Dr Amiruddin Damis, M.M,Kes.
Sesuai keterangan visum resmi atau Visum Referendum dari hasil pemeriksaan bernomor 435/063/RS/Nene Mallomo, tertinggal 23/10/2029 yang ditanda tangani Dr Amiruddin Damis,M.MKes jika korban diduga kuat meninggal karena trauma dileher. Tidak ada tanda-tanda kekerasan.
"Hasil visum kami, disimpulkan kematian korban diduga kuat trauma berat pada leher. Tanda kematian korban juga ditemukan ciri-ciri pada umumnya gantung diri. Visum ini saya pertanggungjawabkan sesuai sumpah kami sebagai Dokter,"ungkap Amiruddin Damis membeberkan.
Sementara, Kapolres menambahkan alasannya dilepasnya kedua bocah tersebut yakni Muh Fauzan Multazam Alias Ochan dan Asharil Alias Lansare adalah Diversi.
"Ini juga sudah sesuai mekanisme dengan Diversi ini telah disetujui pihak Litmas dari Badpas Klas 2 Watampone. Hak diversi ini merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA)," ungkap Kapolres lagi.
Sementara, kasus inipula langsung diterima pihak keluarga sebagai perwakilan almarhum Mursalim jika hal itu dianggap musibah.
"Saya dipercaya mewakili keluarga almarhum. Pada dasarnya kami menerima kematian korban dan hal itu sebagai ajal dan takdir dari Yang Maha Kuasa,"ungkap Mansyur.
Ekspos kasus inipula dilibatkan puluhan awak media, pihak keluarga dan dokter pihak rumah sakit Umum Nene Mallomo Kabupaten Sidrap. (wis)
Emoticon