Pasangkayu.LM.news. Masyarakat pemilik lahan Desa sarjo,Kecamatan Sarjo, Kabupaten Pasangkayu mendesak pengusaha tambak asal Korea untuk membayar bagi hasil panen terakhir di tahun 2019,dimana hasilnya mencapai 2 milyar lebih.
Damise atau lebih akrab dengan panggilan Ambo menuturkan, seharusnya sejak tambak udangnya dikelola tahun 2017 oleh pihak pengusaha sesuai yang tertera dalam kontrak perjanjian itu pihak pertama atau pemilik lahan mendapat 20 persen dan kedua 80 persen untuk pihak kedua atau pengusaha setelah dipotong biaya produksi dan gaji karyawan.
Namun kenyatannya sampai hari ini belum pernah mendapatkan bagi hasil sesui perjanjian kontrak kerjasama yang ditanda tangani bersama sejak 2016 lalu.
“ Saya tidak pernah menerima hasil dari tambak udang vaname milik saya yang di kelola oleh pengusaha ini. Seharusnya setelah panen Sudah tiga tahun berjalan, namun belum ada juga hasil kerja sama yang dibagikan. Yang ada, saya justru makin sulit mendapatkan uang karena hasil tambak diharap juga tidak ada lagi ” Tuturnya.
Iapun mengaku, sangat dirugikan oleh pihak pengusaha, karena sebelum dikelolah tambaknya oleh pihak perusahaan dirinya bisa mendapatkan hasil dari tambanya udang dan ikan bandeng mencapai sekitar 50 juta keatas dalam pertahunnya sehingga dalam tiga tahun bisa mencapai 150 juta hingga 200 juta.
Menurutnya upaya menemui pihak pengusaha pun sangat sulit, dirinya justru hanya diberi sejumlah nota yang mereka buat yang juga dinilainya banyak yang tidak masuk akal. “Masa biar pembeli es krim, bedak dan pembalut semua dimasukkan, yang menurutnya tidak berkaitan dengan tambak udang? ” Keluhnya
Sementara salah satu tokoh pemuda Farham Arsyad , yang di tunjuk oleh pemilik lahan untuk mendampingi mengatakan, permasahan ini berawal dari perjanjian kerja sama yang harusnya kesepakatan bersama antara pihak pertama dengan kedua ini harus transparan, seperti investasi oleh pihak pengusaha dan investasi yang dibebankan kemasyarakat harusnya terbuka bukan malah tertutup.
“ Mirisnya MOU ini sudah terjadi. Ini artinya masyarakat sudah terikat dengan perjanjian itu bahwa lahannya sudah diberikan ke pengusaha untuk pengelolaan selama 10 tahun sehingga masyarakat tidak bisa lagi mengelola tanah miliknya. Inilah yang saya maksud pembodohan” Terang Farham
Farham juga menilai bahwa pihak pengusaha tidak transparan hingga melakukan tindakan tidak rasional dan penuh rekayasa seperti pemberian nota-nota yang tidak relevan yang sulit dterima akal sehat. Contohnya dengan dimasukkannya nota pembelian gula-gula, es krim dan bedak dalam biaya produksi yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengelolaan udang vaname.
Sementara Kepala Desa Sarjo, Suhardi yang juga hadir dilokasi mengaku, persoalan kerja sama antara pemilik tambak dengan pengusaha ini juga tidak diketahui, karena pihaknya tidak dilibatkan dalam persoalan saat MOU. Meski begitu, pihaknya sebagai pemerintah setempat tetap berharap persoalan ini bisa segera menemukan solusi selesai secara kekeluargaan.
Pada pertemuan santai Selasa (3/12/2019) Siang di lokasi tambak udang itu turut dihadiri pemilik tambak udang, Istri pengusaha, Kades Sarjo dan Kepolisian setempat serta masyarakat lainnya pun belum menemukan kejelaan. Pasalnya pihak yang diwakili oleh istrnya Eliana belum mampu menjawab sehingga meminta menjadwalkan pertemuan hari jum’at. Eliana yang hendak di mintai tanggapannya, meninggalkan pertemuan tanpa permisi sehingga media sampai selesainya pertemuan belum mendapat tanggapan dari pihak pengusaha. (*)