Oleh: Mursalim Nohong (KPS MKD FEB UNHAS)
Akhir-akhir ini jagad narasi dan pikiran masyarakat di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dan Sulawesi Selatan (Sulsel) sedang direcoki fenomena Mojong. Bagaimana tidak, lokasi yang rencananya akan menjadi sebagai Tempat Pelelangan Ikan maju dan modern di Bumi Nene Mallomo yang membutuhkan sentuhan berbagai pihak terindikasi aroma KKN dalam pengembangannya. Alkisah bermula ketika ditemukan adanya potensi masalah di lokasi tersebut. Proyek peningkatan Areal Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Mojong, Kecamatan Watang Sidenreng, Sidrap, Sulsel, kini menjadi sorotan. Pasalnya, Proyek senilai Rp2,6 Miliar lebih itu, sudah dikerjakan pada saat proses lelang di Unit Layanan Pengadaan (ULP) setempat. Informasi yang dihimpun, proyek dikerjakan sejak sebulan lalu tepatnya 3 Januari 2020, lalu dan pengerjaannya sudah sekitar 90 persen (parepos.co.id).
Dalam perjalanan kasus, tampil seorang tokoh masyarakat yang mengaku dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan tersebut. Bagi masyarakat sekitar dan Sidrap pada umumnya sosok tersebut memang dikenal sebagai seseorang yang punya kiprah dan peran tidak saja dalam interaksinya dengan masyarakat sekitar tapi juga dalam event-event politik akhir-akhir ini.
Ada hal yang menarik dari fenomena ini yakni keterlibatan sang tokoh dalam mengambil “peran” dalam pembangunan di daerah. Pembangunan TPI Mojong sesungguhnya memang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten ataupun leading sector sesuai tupoksi tetapi kekurangan anggaran dalam pembangunan seringkali menjadi alasan klasik sehingga tidak jarang program dan kegiatan strategis terhambat perkembangannya. Pada akhirnya masyarakat juga yang akan menjadi korban dari kegagalan pemerintah. Kemajuan sebuah daerah atau negara bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata. Kolaborasi dengan pelaku ekonomi (bisnis), akademisi dan pemerintah menjadi sebuah tawaran untuk dikembangkan. Kolaborasi tersebut dikenal dengan model Triple-Helix Inovasi diperkenalkan oleh Etzkowitz dan Leydersdorff. Model ini menekankan peran dan hubungan yang dekat antara tiga aktor, yakni pemerintah, industri dan universitas (akademisi) atau dikenal ABG. Universitas (akademisi) dapat menjadi pemimpin inovasi dalam perekonomian berbasis pengetahuan, sementara NIS (National Innovation System) menekankan pentingnya peran perusahaan dalam inovasi. Pengaturan kembali hubungan ABG dalam Triple-Helix merupakan hasil komunikasi dan ekpektasi pada tingkat jejaring (Etzkowitz dan Leydersdorff, 2000).
Hubungan yang muncul dalam Triple Helix, umumnya bermula dari upaya pemecahan masalah dan menghasilkan strategi ketika menghadapi masalah dalam inovasi, bukan ditentukan dari suatu pola tertentu. Melalui proses interaksi ini maka akan terjadi perubahan aktor dan peran yang mereka lakukan (Leydersdorff, 2000).Dengan demikian, pola triple-helix inovasi adalah dinamis seiring perubahan waktu. Tidak sulit untuk mengatakan bahwa keterlibatan sang tokoh di Sidrap dalam pembangunan dan pengembangan TPI Mojong merupakan implementasi dari bagian unsur Business (Bisnis) dalam model Triple Helix. Hanya saja praktik pengerjaannya yang aneh bin ajaib untuk sebuah sistem pemerintahan. Dengan kata lain, keinginan untuk berpartisipasi dan bentuk partisipasi dalam pembangunan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Analisisnya sebaiknya diawali dengan mencoba mengurai beberapa komponen dalam drama tersebut yakni sang tokoh yang kemudian dikenal sebagai salah seorang pelaku ekonomi/bisnis tangguh di Sidrap, TPI Mojong yang merupakan asset pemerintah Sidrap,
Pemerintah Kabupaten ataupun OPD terkait. Dalam berita di beberapa media yang belum tentu mengandung unsur kebenaran dari sisi hukum disebutkan bahwa sang tokoh menghibahkan sebagian (baca harta) dari apa yang dimiliki sebagai wujud cinta dan loyalitasnya kepada daerahnya, yakni Sidrap. Berbicara mengenai Hibah di lingkup pemerintah atau pemerintah daerah harus merujuk pada Peraturan Perundang-Undangan diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah. Pada PP tersebut dijelaskan bahwa Hibah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian.
Dengan demikian Hibah baik dari pemerintah daerah ataupun kepada pemerintah daerah merupakan aktivitas yang dilakukan secara sengaja. Hibah daerah meliputi hibah kepada pemerintah daerah dan hibah dari pemerintah daerah. Dalam hal ini, diskursus difokuskan pada hibah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari 1). Pemerintah, 2). Badan, lembaga, atau organisasi dalam negeri; dan/atau 3). Kelompok masyarakat atau perorangan dalam negeri. Merujuk pada klausul ini, maka perbuatan atau itikad baik dari sang tokoh dengan mengerahkan sejumlah asset atau kekayaannya dalam proses rehabilitasi TPI Mojong memang dianggap bisa meringangkan beban APBD Kabupaten Sidrap. Praktik seperti ini yang memang sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh setiap daerah.
Akan tetapi proses yang harus dijalani tidaklah simple atau tanpa administrasi penatausahaan sebagaimana selalu menjadi arahan Peraturan Perundang-Undangan tentang pengelolaan keuangan daerah, Pengelolaan BMD ataupun lebih spesifik lagi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri tentang Hibah Kepada Daerah. Peran serta kelompok masyarakat atau perorangan terhadap perkembangan daerah memang seharusnya nyata dan kontributif. Akan tetapi niat baik tersebut harus pula benar secara regulasi. Secara tegas dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52 /PMK. 010 /2006 Tentang Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Daerah Bab IX Pasal 21 dijelaskan bahwa 1).
Dalam hal Daerah menerima Hibah yang sumbernya selain dari Pemerintah, maka pemberi Hibah dan Daerah menuangkan penerimaan Hibah dalam perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, 2). Penerimaan Hibah bersifat sebagai bantuan yang tidak mengikat secara politis dan selaras dengan RPJMD, dan 3). Salinan perjanjian Hibah disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dan Kementerian Negara/ Lembaga terkait. Pertanyaan besarnya kemudian adalah apakah pemberian yang diklaim sebagai hibah tersebut telah taat asas? Yang pasti bahwa Drama TPI Mojong jangan diseret ke ranah lain, meski tidak berarti bahwa semua harus tetap pada koridor politik yakni pengambilan kebijakan politik pemerintah daerah. Hal lain adalah para komponen ABG harus bersinergi dalam menggerakan pembangunan di Kabupaten Sidrap. (*)
Emoticon