MAKASSAR, Lenteramerahnews.co.id - Pada era Orde Baru, kebebasan pers sangat dikekang, media yang melawan dibredel. Namun, era Reformasi membuka keran kebebasan pers dengan hadirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kini, pada tahun 2024, muncul wacana revisi UU Penyiaran yang tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Menanggapi hal ini, sejumlah wartawan senior di Makassar dari berbagai organisasi, seperti Forum Pers Independent Indonesia (FPII) dan Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI), mengadakan diskusi dengan tema "Bersama Kita Tolak Draft Rancangan Undang-Undang Pelarangan Penyiaran Investigasi." Diskusi ini diinisiasi oleh kru Media KLTV Indonesia.com, Makassar News, dan Mediafpii-sulsel.my.id, dan dilaksanakan pada Senin, 20 Mei 2024, di Kafe MPR, Jalan Pengayoman, Makassar, Sulawesi Selatan, bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional.
Para wartawan yang rutin melakukan investigasi menyatakan bahwa karya jurnalistik hasil investigasi memiliki nilai tinggi karena berdasarkan data yang akurat. Data tersebut sering kali membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Kepolisian dalam mengusut pelaku yang diduga melakukan tindak pidana, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta aktivitas ilegal lainnya.
Mucsin, SH, anggota Divisi Advokasi dan Hukum FPII Setwil yang juga ketua Tim Aksi Penolakan, menyatakan, "Jika revisi ini jadi, ada kepentingan terselubung dari revisi pasal tersebut. Kami berharap kepada wakil rakyat untuk membatalkan pasal-pasal yang melarang penyiaran investigasi karena terkesan kurang demokratis."
Mucsin bersama tim mendukung sikap rekan-rekan media, perusahaan media, dan organisasi media yang menolak keras revisi UU tersebut. "Revisi ini berpotensi menghambat tugas jurnalistik dan menjadikan jurnalis tidak independen, seperti di era Orde Baru," tegas Mucsin.
Wartawan senior tersebut menekankan bahwa kerja jurnalistik tidak boleh dibatasi dengan cara apapun, karena mereka bekerja merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Pers bekerja untuk memenuhi hak masyarakat atas informasi yang benar. Jika ada yang melarang, sangat disayangkan," ujarnya.
Ketua FPII Setwil Sulsel, Risal Bakri, menyampaikan apresiasi kepada rekan-rekan FPII di Makassar dan KWRI atas perhatian mereka terhadap wacana revisi UU Penyiaran Investigasi di DPR RI. "Ini mencederai kebebasan pers yang diatur dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999. Apa motif anggota DPR RI untuk merevisi? Apakah mereka takut dengan kritik atau tidak paham tentang pers?"
Risal Bakri menambahkan, "Jika takut dikritik oleh publik atau media, jangan jadi pejabat atau wakil rakyat. Anda dikenal bukan dari siapa-siapa, tapi karena media."
Setelah diskusi, para wartawan membentangkan spanduk penolakan draft undang-undang pelarangan penyiaran investigasi di Kota Makassar, sebelum kembali menjalankan tugas masing-masing. (Sumber: FPII Setwil Sulsel).
Emoticon